Jurnal Refleksi Dwi Mingguan - Modul 2 Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 7

Dalam pembuatan jurnal dwi mingguan ini saya menggunakan Model refleksi 5M diadaptasi dari model 5R (Bain, dkk, 2002, dalam Ryan & Ryan, 2013). 5M ter
jurnal refleksi dwi mingguan modul 2

PRAKTIK PEMBELAJARAN YANG BERPIHAK PADA MURID

Saya Melly Artika Retponingtias, Calon Guru Penggerak Angkatan 7 dari SDN Semampir I Kabupaten Probolinggo.

Jurnal ini disusun berdasarkan kegiatan yang telah saya lalui selama dua minggu dari tanggal 20 Maret 2023 sampai 01 April 2023. Dalam pembuatan jurnal dwi mingguan ini saya menggunakan Model refleksi 5M diadaptasi dari model 5R (Bain, dkk, 2002, dalam Ryan & Ryan, 2013). 5M terdiri dari langkah-langkah berikut:

1. Mendeskripsikan (Reporting): menceritakan ulang peristiwa yang terjadi.
Selama dua minggu saya melaksanakan kegiatan Demonstrasi Kontekstual yaitu melakukan praktik coaching bersama rekan sesama calon guru penggerak, dimana saya sebagai observernya.
Selanjutnya terdapat kegiatan elaborasi pemahaman bersama instruktur, untuk mendalami lebih jauh konsep coaching. Kegiatan dilanjutkan dengan mengerjakan post tes akhir modul 2, yang dikerjakan secara mandiri di LMS.

2. Merespon (Responding): menjabarkan tanggapan yang diberikan dalam menghadapi peristiwa yang diceritakan, misalnya melalui pemberian opini, pertanyaan, ataupun tindakan yang diambil saat peristiwa berlangsung.
Dalam kegiatan demonstrasi kontekstual saya sebagai observer melakukan 3 tahapan yaitu: pra observasi, observasi, dan pasca observasi. Dalam kegiatan pra observasi saya memberitahukan terlebih dahulu apa saja yang akan dinilai dan harus dilakukan dalam pelaksanaan coaching. Kemudian dalam kegiatan obeservasi saya menyimak proses coaching dan mencatat hal-hal yang yang sudah baik dan yang perlu diperbaiki. Dan kegiatan terakhir yaitu pasca observasi, saya menyampaikn hasil kegiatan coaching yang sudah dilaksanakan.
Dalam kegiatan elaborasi pemahaman, saya bersama rekan calon guru penggerak lainnya tergabung dalam wadah Gmeet, kami menyampaikan hal-hal yang belum kami pahami kepada instruktur. Dalam kegiatan tersebut juga dihadiri oleh fasilitator dan pengajar praktik.
Dalam kegiatan mengerjakan post tes akhir modul 2, saya mencari tempat yang nyaman dan sinyal yang stabil. Karena post test berlangsung selama 1 jam yang dikerjakan secara mandiri melalui LMS. Post tes bisa dikerjakan mulai pukul 09.00 sampai 23.59. dalam mengerjakan post tes harus fokus dan sinyal mendukung supaya mendapatkan hasil yang maksimal.

3. Mengaitkan (Relating): menghubungkan kaitan antara peristiwa dengan pengetahuan, keterampilan, keyakinan atau informasi lain yang dimiliki.
Praktik coaching sendiri dapat dilakukan dalam proses pembelajaran berdiferensiasi yang dapat mengasah kompetensi sosial emosional baik dari coach maupun coachee. Dengan mempraktikkan teknik TIRTA sebagai salah satu strategi coaching, saya berkesempatan untuk menajamkan kemampuan dalam melakukan komunikasi yang efektif dengan orang lain sebagai bentuk keterampilan berinteraksi sosial yang merupakan salah satu kompetensi dalam pembelajaran sosial emosional.

4. Menganalisis (Reasoning): menganalisis dengan detail mengapa peristiwa tersebut dapat terjadi, lalu mengambil beberapa perspektif lain, misalnya dari teori atau kejadian lain yang serupa, untuk mendukung analisis tersebut.
Kemampuan untuk mendorong coachee merancang aksi dalam menentukan alternatif penyelesaian masalah berdasarkan kemampuan dan potensi dirinya juga merupakan wujud upaya untuk mengasah kemampuan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab sebagai salah satu bentuk kompetensi sosial emosional dalam pembelajaran sosial emosional yang juga selaras dengan teknik TIRTA.

5. Merancang ulang (Reconstructing): menuliskan rencana alternatif jika menghadapi kejadian serupa di masa mendatang.
Pembelajaran tentang coaching yang terdapat dalam modul dua sangat penting dikuasai oleh kami sebagai calon guru penggerak untuk melengkapi kemampuan kami dalam menerapkan pembelajaran yang berpihak pada murid melalui pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial emosional. Dengan teknik TIRTA yang mudah diikuti juga sangat membantu kami dalam menerapkan praktik coaching ini di sekolah baik dengan rekan sejawat maupun dengan murid. Berbekal keterampilan coaching ini kami diharapkan dapat mengambil peran sebagai penuntun dalam proses pembelajaran yang berpihak pada murid untuk mewujudkan profil pelajar pancasila sebagai muara akhir dari proses pembelajaran itu sendiri.

Demikian Jurnal Refleksi Dwi Mingguan saya. Tetap semangat Terus Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan untuk Merdeka Belajar dan Mengajar.

Post a Comment